Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Selasa (18/11) diprotes keras karena mengabaikan suara masyarakat sipil. Aturan di KUHAP baru, berpotensi mengancam hak-hak sipil, tak terkecuali bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Jumlah mereka terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per Mei 2025, misalnya, menunjukkan peningkatan jumlah napi dan tahanan perempuan yaitu sebanyak 10.404 narapidana perempuan dan 3.283 tahanan perempuan.
Dalam draf RKUHP versi Maret 2025, hanya satu pasal yang mengatur tentang kerentanan perempuan yang berkonflik dengan hukum yaitu Pasal 138. Bab tentang hak perempuan, hak korban, dan hak disabilitas, tidak terintegrasi ke pasal-pasal lain yang mengatur proses peradilan pidana.
Apa saja dampak aturan KUHAP baru terhadap perempuan berhadapan dengan hukum? Bagaimana perbandingannya dengan aturan KUHAP lama? Adakah celah untuk menggugat atau membatalkannya? Bagaimana memastikan perlindungan hak-hak perempuan berhadapan dengan hukum di era KUHAP bar
Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Pelaksana Harian Asosiasi APIK Indonesia Khotimun Sutanti dan Staf Kajian dan Advokasi Kebijakan LBH APIK Jakarta Tsaltsa Arsanti.