Polemik soal rencana peningkatan jumlah campuran etanol dalam BBM jenis bensin hingga 10% (E10) terus berlanjut. Seperti diketahui, kewajiban penggunaan etanol bertujuan mengurangi impor dan menghadirkan bahan bakar ramah lingkungan. Praktik ini juga sudah umum di banyak negara, misalnya, Amerika Serikat, Thailand, India, dan Brasil.
Meski begitu, ada penolakan terhadap produk BBM beretanol. Sejumlah SPBU swasta menolak membeli base fuel dari PERTAMINA karena ada campuran etanol sebesar 3,5%. Ini tak sesuai dengan spesifikasi murni yang mereka inginkan. Akibatnya, BBM di SPBU swasta seperti BP, Vivo, dan Shell kian langka karena stok habis.
Publik juga ragu dengan kualitas bensin dioplos etanol. Bagaimana dampaknya pada performa mesin kendaraan, khususnya sepeda motor keluaran lawas? Apakah bakal bikin boros kendaraan?
Apa saja untung rugi bensin dicampur etanol? Apakah mewajibkan pencampuran etanol dalam bensin adalah solusi tepat untuk energi bersih? Bagaimana win-win solution atas polemik ini?
Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral & Batubara (ASPEBINDO) Anggawira, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Nevi Zuairina, dan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin.